Jarum jam menunjukkan pukul 10.00 Wita. Matahari merangkak pelan menuju siang. Ruang kelas sekolah darurat di SMPN 3 Tanjung mulai gerah. Sejumlah siswa tampak mengipas-ngipas dengan buku, sesekali mengangkat baju agar udara berhembus usir kegerahan karena kipas angin belum terpasang.
Beberapa saat kemudian sekelompok siswa kelas VIII berisik
meninggalkan kelas darurat. Mereka bergegas sambil membawa tas masing-masing
mengikuti kemana arah guru mata pelajaran. Sesaat kemudian kelas lainpun berbuat
sama. Bukan pulang tapi mencari tempat teduh untuk melanjutkan Kegiatan Belajar
dan Mengajar.
Selasar depan ruang guru menjadi pilihan tempat kegiatan belajar mengajar. Kelas IX-1
tampak belajar di bawah pohon mangga persis dibibir kolam kering. Sementara
kelas IPS mengambil tempat belajar di sudut bangunan sebelah utara berhadapan
langsung dengan toilet Tata Usaha. Terkadang bau menyengat menggoda konsentrasi
dari arah toilet.
Halaman depan dengan pepohonan rindang menjadi kelas terbuka
untuk kelas Bahasa Indonesia yang dibimbing Raden Azmi Abdullah, S.Pd .Tanpa
papan tulispun jadi. Di ruang terbuka, angin sepoi mengusap wajah para pencari ilmu.
Begitulah kegiatan belajar dan mengajar pasca gempa 7.0
Magnitudo. fasilitas serba terbatas. Sekolah ”alam” jadi pilihan. Tapi semangat dan
antusiasme belajar tak pernah pudar. Belajar bukan hanya berteman meja dan
kursi. Duduk lesehan, menulis sambil jongkok, bukan halangan untuk para pecinta
ilmu. Semangat dan kemauan belajar adalah motivasi kuat untuk meraih ilmu. Tak ada
rotan akarpun jadi.
0 comments:
Post a Comment